Selasa, 23 Mei 2023

Tarian Jawa Barat

 1. Tari Jaipong


Siapa yang tak tahu jika Tari Jaipong adalah tarian khas Jawa Barat. Dikutip dari laman jabarprov.go.id, kata jaipong bersal dari masyarakat Karawang yang bersal dari bunyi kendang sebagai iringan tari rakyat yang menurut mereka berbunyi jaipong yang secara onomotofe. Tepak kendang tersebut sebagai iringan tari pergaulan dalam kesenian banjidoran yang berasal dari Subang dan Karawang yang akhirnya menjadi populer dengan istilah jaipongan.

Tari Jaipongan muncul pada tahun 1980an yang lahir fari kekreatifitasan para seniman Bandung, salah satunnya yakni Gugum Gumbira. Jaipong merupakan pengembangan dari ketuk tilu apabila dilihat dari perkembangannya dan dasar koreografernya.

Karya jaipongan pertama yang diciptakan oleh Gugum Gumbira adalah tari daun pulus keser bojong dan tari Raden Bojong yang berpasangan putra- putri. Tarian tersebut sangat digemari dan populer di seluruh Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung karya lain yang diciptakan oleh Gugum diantaranya toka-toka, setra sari, sonteng, pencug, kuntul mangut, iring-iring daun puring , rawayan, kaum anten dll. juga para penari yang populer diantaranya seperti Iceu Efendi, Yumiati Mandiri, Mimin Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Diar, Asep Safat.

Daya tarik tarian tersebut bagi kaum muda selain gerak dari tari yang dinamis dan tabuhan kendang membawa mereka untuk menggerakan tubuhnya untuk menari sehingga tari jaipongan sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Barat.

2. Tari Merak

Tarian ini adalah kesenian yang berasal dari daerah Bandung. Tarian ini terinspirasi dari burung merak yang mempunyai bulu yang indah yang digambarkan lewat kostum yang dipakai oleh para penarinya.

Bukan penggambaran Merak betina, Tari Merak ini justru merupakan penggambaran tingkah laku burung merak jantan yang memiliki keindahan bulu ekor yang memikat perhatian.

Dilansir dari situs resmi Kemdikbud, Tari Merak diciptakan oleh Rd. Tjetje Somantri pada tahun 1955. Gerakan tarian ini merupakan pengembangan dari gaya tari Sunda yang dikuasai oleh Tjetje. Mulanya, penciptaan tarian ini ditujukan untuk menghibur para delegasi Konferensi Asia Afrika dalam acara resepsi di Bandung tahun 1955.

Sejak diciptakan, Tari Merak Sunda karya Tjetje hanya dipertunjukkan empat kali, yaitu dalam rangkaian kegiatan KAA di halaman belakang Gedung Pakuan pada tahun 1955; tahun 1955 di Hotel Orient, Bandung; tahun 1957 dalam rangka menyambut kehadiran Voroshilof, Presiden USSR (Rusia) di Gedung Pakuan; dan tahun 1958 dalam pertunjukan tari di YPK.

Sepeninggal Rd. Tjetje Somantri pada Tahun 1963, Irawati Durban sebagai muridnya menyempurnakan tatanan Tari Merak ciptaan Rd. Tjetje Somantri dengan mengolah kembali struktur koreografi tariannya.

Kemudian pengembangan terhadap Tari Merak Sunda ini pertama kali digagas oleh Irawati Durban ketika Grup Viatikara diberi tugas oleh Presiden Soekarno untuk mempersiapkan rombongan kesenian ke New York Fair 1965.

Tari Merak ini biasa ditarikan oleh perempuan dengan mengenakan busana yang sangat glamor, estetis, eksotis, serta komposisi kinestetiknya. Hal ini menjadikan Tari Merak Sunda memiliki daya pikat tersendiri bagi siapapun yang menari dan menontonnya.

3. Tari Topeng

Tarian khas Jawa Barat asli dari daerah Cirebon, termasuk Indramayu. Disebut tari topeng, karena saat menari penarinya menggunakan topeng. Tarian ini telah mengalami perkembangan dalam gerakan maupun cerita. Terkadang tari topeng dimainkan oleh saru penari tarian solo, atau bisa juga dimainkan oleh beberapa orang.

Salah satu jenis lainnya dari tari topeng ini adalah Tari Topeng Kelana Kencana Wungu yang merupakan rangkaian tari topeng gaya Parahyangan yang menceritakan ratu Kencana Wungu yang dikejar-kejar oleh Prabu Menak Jingga yang tergila-tergila kepadanya. Pada dasarnya masing-masing topeng yang mewakili masing-masing karakter menggambarkan perwatakan manusia. Kencana Wungu, dengan topeng warna biru, mewakili karakter yang lincah namun anggun. Menak Jingga (disebut juga Kelana), dengan topeng warna merah mewakili karakter yang berangasan, temperamental dan tidak sabaran. Tari ini karya Nugraha Soeradiredja.

Gerakan tangan dan tubuh yang gemulai, serta iringan musik yang didominasi oleh kendang dan rebab, merupakan ciri khas lain dari tari topeng.

Hingga kini, sanggar-sanggar tari masih banyak yang mengajarkan Tari Topeng. Salah satu sanggar tari topeng yang ada di Indramayu adalah danggar tari topeng Mimi Rasinah, yang terletak di Desa pekandangan, Indramayu. Mimi Rasinah adalah salah satu maestro tari topeng yang walaupun mengalami kelumpuhan sejak 2006 ia masih aktif menari dan mengajarkan kesenian tari topeng. Mimi Rasinah wafat pada bulan Agustus 2010.

4. Tari Sintren




Tarian khas Jawa Barat yang lainnya yang berasal dari Cirebon yakni Tari Sintren. Tarian ini disebut mengandung unsur magis sehingga tidak boleh untuk dibuat mainan. Tari sintren ini biasanya dibawakan oleh seorang wanita yang mengenakan kostum khusus dan berkacamata hitam, sebelum melakukan tarian ini biasanya sang penari akan masuk ke dalam sebuah kurungan yang ditutup oleh kain.

Nama sintren yang ada pada tarian ini ternyata merupakan gabungan dari dua kata yakni si dan tren yang mana dalam bahasa Jawa kata si merupakan sebuah ungkapan panggilan yang memiliki arti ia atau dia, sedangkan kata tren berasal dari kata tri atau putri sehingga sintren memiliki arti si putri atau sang penari.

Kesenian tari sintren pada mulanya dipentaskan pada waktu yang sunyi di saat malam bulan purnama karena kesenian tari ini berhubungan dengan roh halus yang masuk ke dalam sang penari, namun kini pementasan tari sintren tidak lagi dilakukan pada malam bulan purnama melainkan dapat juga dipentaskan pada siang hari dan bertujuan untuk menghibur wisatawan serta memeriahkan acara hajatan.

Dikutip dari cirebonkota.go.id, Tari Sintren juga dipergunakan oleh para wali untuk menyebarkan dakwah Islam dan mengajarkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Penari sintren yang dalam keadaan tidak sadar dan kemudian menari, ketika dilemparkan uang dengan jumlah berapapun akan mengakibatkan penarinya jatuh dan tidak bisa berdiri sendiri sebelum didirikan oleh dalang sintren.

Menurut Ki Mamat yang merupakan dalang sintren dari sanggar tari Sekar Pandan, kesultanan Kacirebonan, nilai-nilai dakwah Islam yang dibawa oleh pagelaran sintren adalah:

Ranggap(Kurungan Ayam), bentuk kurungan ayam yang melengkung berusaha mengingatkan pada manusia yang menyaksikan bahwa bentuk melengkung itulah bentuk dari fase hidup manusia dimana manusia dari bawah akan berusaha menuju puncak, namun setelah berada dipuncaknya manusia kembali lagi ke bawah, dari tanah kembali menjadi tanah, dilahirkan dalam keadaan lemah akan kembali pada keadaan yang lemah pula.

Duit(Uang), uang yang dilempar membuat penari sintren langsung jatuh lemas bermakna di dalam kehidupan manusia jangan selalu mendahulukan duniawi, terlalu serakah ke duniawi akan membuat manusia jatuh.

5. Tari Ronggeng Gunung


Tari Ronggeng Gunung merupakan tarian asli khas Pangandaran. Menurut sumber tradisi perkembangan tari ronggeng gunung mengalami perubahan nama akibat generasi penerusnya.

"Ada tiga sebutan untuk pertunjukan ronggeng yaitu Ronggeng Gunung, Ronggeng Kaler, dan Ronggeng Amen atau Ronggeng Kidul," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Pangandaran Tonton Guntar

Namun perubahan nama itu tidak merubah estetika dalam tarian ronggeng. Perkembangan ronggeng itu berada di Kecamatan Langkaplancar, Mangunjaya, Padaherang, Pangandaran dan Sidamulih.

Dari buku yang ditulis prof. Dr. Nina Herlina Lubis dengan judul "Pangandaran Dari Masa ke Masa" menyebutkan bahwa Ronggeng gunung merupakan bentuk awal dari seni pertunjukan Ronggeng yang diyakini berasal dari daerah pegunungan Pangandaran.

Sementara itu, bentuk pertunjukan Ronggeng Kala merupakan pengembangan dari Ronggeng Gunung biasanya dalam pertunjukan ini. Ronggengnya terdiri dari dua orang dan gamelan pengiringnya lengkap disertai dengan lagu-lagu kliningan.

Pagelaran Ronggeng Kaler dikhususkan hanya untuk hiburan dalam perhelatan perkawinan atau khitanan dan tidak dipertunjukkan dalam ritual.

Ronggeng Amen juga merupakan perkembangan dari Ronggeng Gunung. Pada awalnya pertunjukan Ronggeng Amen disebut Ronggeng Ngamen, namun lama kelamaan berubah nama menjadi Ronggeng Amen.

Dalam penyajiannya Ronggeng Amen lebih banyak melibatkan penonton untuk menari bersama ronggeng. Selain itu, lagu yang dibawakan pun lebih variatif, misalnya bercampur dengan lagu dangdut atau kliningan, yang pada intinya bisa menarik perhatian banyak penonton.

Seiring perkembangan zaman saat ini tari ronggeng gunung menjadi seni tradisi hiburan yang dipakai masyarakat Pangandaran pada prosesi hajatan, event, dan syukuran-syukuran lainnya.

Ada makna yang terkandung dalam tari ronggeng gunung yang menarik. Karena lebih seru jika dibawakan oleh banyak penari dengan posisi melingkar. "Sarendeuk saigel sabobot sapihanean, artinya setiap gerakan harus se irama, selalu bersama-sama tak pernah bertengkar karena berbeda pendapat, rukun dan saling menghargai," ucapnya.

6. Tari Sampiung

Tarian khas Jawa Barat ini biasa ditampilkan ketika upacara adat seperti Seren Taun, Pesta Panen, Ngaruat, Rebo Wekasan, dan hari Kemerdekaan RI. Tari ini ditampilkan di ruang tertutup seperti bale atau pendopo.

Dinamakan Tari Sampiung karena suara yang dihasilkan dari alat musik pengiringnya yakni Tarawangsa. Alat musik gesek ini menghasilkan bunyi yang khas.

7. Tari Ketuk Tilu

Tarian ini disebut sebagai cikal bakal tari jaipongan yang kemudian menjadi tersohor. Tarian ini banyak ditemukan di daerah Priangan, Bogor, dan Purwakarta, Jawa Barat. Tari Ketuk Tilu termasuk tari pergaulan atau hiburan yang diiringi alat musik seperti kendang, rebab, tiga buah ketuk, Kecrek, dan Goong.





0 komentar:

Posting Komentar